Kamis, 12 Agustus 2010

Saya Sepuluh Tahun Mendatang (bagian pertama)

Oleh: Agus Hermawan

Salah seorang kepala sekolah—yang di mata saya memiliki jiwa kreatif—mengundang saya untuk memberikan motivasi kepada peserta didik baru tahun pelajaran 2010-2011 dalam acara masa orientasi siswa (MOS) di sekolah yang dipimpinnya.

Sebuah SMA swasta di kawasan Bandung Timur ini telah beberapa kali meminta saya untuk berbagi dengan sivitas akademika, mulanya meminta saya untuk memberikan materi tentang kurikulum. Belakangan, kepala sekolah ini mengundang saya khusus untuk menjelaskan bagaimana cara menulis kreatif dan efektif dengan metode mind map kepada seluruh guru. Lebih aktual lagi sang kepala sekolah meminta saya untuk memotivasi peserta didik kelas XII dalam menghadapi kehidupan dengan bekal ilmu yang telah dan akan mereka gali lagi. Bukan sekedar memotivasi dalam menghadapi ujian nasional (UN) lebih jauh bagaimana mereka menghadapi hidup setelah UN.

Juli 2010, saya menerima undangannya, untuk memotivasi peserta didik kelas X dalam menghadapi pencarian ilmu di sekolah ini. Apa yang harus saya sampaikan dan tanamkan pada anak-anak usia 15-16 tahunan ini? Rasanya bila eksplorasi pengetahuan mereka dibuka dengan informasi aktual untuk penanaman semangat menggali ilmu akan lebih mudah diterima dan bermakna.

Lima inti materi yang saya sampaikan adalah satu; siapa idola hidupmu? (untuk mencapai cita-cita, diri sendiri yang berperan). Dua, kisah orang tersesat (raih ilmu apa pun yang kamu temukan); tiga, nelayan Jepang (perubahan-kaizen-kreatif); empat, kecerdasan majemuk (potensi diri); dan lima, modalitas belajar (gaya belajar). Kelima materi inti ini saya kemas lewat sebuah judul SAYA SEPULUH TAHUN MENDATANG. Kata ‘saya’ pada judul tersebut adalah mereka, peserta didik kelas X di SMA ini.

Melalui tayangan power point, saya tampilkan pesepakbola dari Jerman yang begitu mencuat namanya saat pentas piala dunia 2010 di Afrika Selatan, Mesut Ozil. Dengan animation fade, saya tuliskan sebuah pertanyaan, “siapakah atlit ini?”. Lalu dengan animation fly in, saya tampilkan foto Ozil. Dan mereka, baik putra maupun putri, menjawab dengan serentak “Mesut Ozil!” Luar biasa! Ternyata ingatan mereka terhadap informasi atau event yang baru diikuti begitu melekat sehingga prediksi saya betul bahwa mereka sangat menikmati pesta sepakbola terakbar sedunia ini.

Pada slide berikutnya saya tayangkan Andrea Hirata, diikuti grup band Nidji, dan diakhiri oleh Albert Einstein. Dengan pertanyaan yang sama siapakah orang yang ditampilkan, seluruh siswa hampir serentak menjawab dengan benar, khusus saat Nidji ditampilkan mereka menjawab nyaris histeris.

Setelah “keempat” tokoh di atas saya tampilkan, pertanyaan berikutnya, “apakah kamu ingin seperti mereka?”. Pembaca pasti dapat memprediksi apa jawaban dari mereka.
Ok, kalau begitu sekarang saya minta kalian memikirkan seseorang yang menjadi idola dalam hidupmu, bisa dari kalangan olahragawan, artis/aktris/aktor, politikus, agamawan, ilmuwan, tokoh masyarakat, atau siapa pun. Dalam waktu satu menit pejamkan mata kalian. Hitungan ketiga mulai pejamkan lalu pikirkan siapa tokoh idolamu. Satu…dua…tiga…

Silahkan buka mata kalian. Sekarang saya tidak akan bertanya siapa tokoh idolamu? Namun pertanyaan saya, kenapa kamu mengidolainya? Cukup dijawab dengan satu atau dua kata saja. Paham?” Lalu, saya menunjuk satu, dua, hingga sepuluh peserta didik. “Kenapa kamu mengidolainya?” Jawaban mereka; gesit, pintar, jujur, kaya, mau berkorban, ulet, sabar, berani, soleh, dan rajin.

Pembaca sepuluh jawaban peserta didik ini dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yakni yang bersifat dipengaruhi oleh orang lain atau faktor luar dan yang datang atau muncul dari diri sendiri. Kaya, bisa jadi merupakan faktor warisan bukan sebatas hasil kerja keras si tokoh, atau kaya merupakan dampak dari keberhasilan si tokoh. Namun sembilan jawaban lain merupakan faktor yang memang dimiliki setiap orang. Gesit, pintar, jujur, dan lain-lain merupakan anugrah Tuhan pada manusia, tinggal bagaimana mengoptimalkannya.

Pembaca, saya ingin mengatakan kepada mereka bahwa, bila ingin diidolai—menjadi orang berhasil—maka 90% yang dapat mewujudkan adalah faktor yang datang dari diri sendiri. Lho? Iya, dari sepuluh jawaban orang yang diidolai—berhasil—sembilan yang memengaruhi adalah faktor dari diri sendiri. Jadi sembilan dibagi sepuluh dikali 100% adalah 90%. Maksud saya adalah bila mereka sepuluh tahun kemudian ingin menjadi orang berhasil maka harus memiliki kemauan, tekad, dan cita-cita yang lahir dari diri sendiri. Hanya 10% faktor luar yang akan memengaruhi keberhasilan hidup mereka. Lebih jauh, saya ingin mengatakan bahwa mereka jangan manja dengan hidup, jangan berpikiran semua keberhasilan dicapai serba instan, dan faktor terkuat yang menentukan keberhasilan hidup mereka adalah mereka sendiri.


Maaf pembaca, tulisan disambung pada edisi berikutnya ya? Habis masih banyak yang perlu dibahas yakni empat meteri inti lagi. Yo…sampai jumpa pada artikel berikutnya....

2 komentar:

F mengatakan...

iya benar pak, cuma usaha dari diri sendiri yang bisa membantu mencapai cita-cita . terimakasih saya jadi termotivasi .
Firdausi XI.ia.2

Ala Pendidik An mengatakan...

BUat Firdausi: nikmati tulisan selanjutnya.....