Senin, 16 Agustus 2010

Saya Sepuluh Tahun Mendatang (bagian ketiga)

Oleh: Agus Hermawan

So, apa makna dari cerita berikut yaitu nelayan Jepang? Kisah ini saya persembahkan sebagai materi inti ketiga dengan harapan agar seluruh peserta didik mampu mencuatkan kreativitas dalam menghadapi segala tantangan. Pembaca, begini kisahnya….

Orang Jepang terkenal suka mengonsumsi ikan segar. Bagi mereka ikan yang tidak segar bukan merupakan pilihan karena menurut mereka telah kehilangan aroma sedap. Oleh sebab itu bila para nelayan membawa hasil tangkapan tidak segar lagi, dijamin tidak akan laku. Beberapa tahun ke belakang konon jumlah ikan yang masih tersedia di laut terdekat kawasan Jepang telah berkurang oleh karena itu para nelayan harus mencari ikan hingga tengah laut. Ternyata untuk membawa ikan-ikan pulang ke darat memerlukan waktu cukup lama sehingga mengakibatkan ikan tangkapan mati. Hal ini berakibat pada minat konsumen, mereka tidak menyukai ikan yang telah mati. Penjualan pun menurun. Nelayan rugi.

Para nelayan berembug untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Beberapa usul bermunculan sampai disepakati untuk melaksanakan sebuah usul yang diperkirakan dapat mengatasi masalah. Usul tersebut begini, kapal-kapal penangkap ikan dilengkapi dengan freezer raksasa sehingga ikan hasil tangkapan sekalipun sudah mati namun diharapkan masih segar. Beberapa hari ikan-ikan yang di freezer-kan memang laku. Tetapi tidak bertahan lama, konsumen mulai merasakan ketidaksegaran ikan-ikan ini yang ujung-ujungnya mereka complaint lagi dan meminta ikan-ikan segar.

Untuk kali kedua para nelayan berembug. Seperti pada rembug pertama mereka berusaha mencari solusi agar ikan yang ditangkap lebih segar. Puluhan usul didiskusikan hingga mereka sepakat untuk melaksanakan salah satu usulan yang paling realistis yaitu membuat kolam besar dari kayu yang kemudian ditempatkan di bagian kapal. Tekniknya adalah setelah kolam besar selesai dibuat kemudian di posisikan di atas kapal lalu diisi dengan air laut secukupnya baru ikan hasil tangkapan di tuangkan ke dalamnya. Realistis kan?

Kolam diisi dengan ikan-ikan dengan jumlah besar sehingga selain ikan tangkapan masih hidup setiba di darat, jumlah pun sangat banyak. Kapal berkolam besar ini ternyata mampu manjadi solusi karena ikan tangkapan diterima konsumen masih dalam keadaan hidup. Hanya satu kekurangan, ternyata ikan-ikan hasil tangkapan sekalipun masih hidup namun dengan kondisi loyo alias lemah. Kondisi ini pun membuat konsumen tidak begitu gembira sehingga mereka kembali meminta ikan yang lebih segar.

Ujian kembali dihadapi para nelayan. Rembug adalah sarana diskusi untuk menemukan solusi maka dari itu tidak lama kemudian mereka sepakat mengadakan rembug ketiga. Dipesankan agar sebelum rembug masing-masing membawa solusi masalah. Seperti biasa diskusi dan perdeban terjadi sebelum diputuskan langkah apa yang akan diambil. Siapa pun berhak memberikan ide dan membantu menyempurnakan sebuah ide yang penting menghasilkan sebuah solusi realistis. Akhirnya dari berbagai usul dan ide diputuskan untuk tidak membongkar kolam dalam kapal tetapi kolam hanya diisi kira-kira ¾ ikan tangkapan dan setelah itu “ide gila” nya adalah memasukkan ikan hiu kecil hidup ke dalam kolam dengan tujuan agar ikan tangkapan senantiasa waspada sebelum dimangsa hiu.

Memang si hiu kecil akan mengonsumsi ikan tangkapan namun dalam jumlah sedikit tetapi berdampak terhadap ikan-ikan menjadi selalu dalam kondisi waspada dan terus bergerak bebas sehingga ketika tiba di darat ikan-ikan tetap segar. Luar biasa!
Kreatif adalah melihat hal-hal yang dilihat orang lain tetapi mengerjakan yang tidak dikerjakan orang lain. Itulah pelajaran yang diperoleh dari para nelayan Jepang. Kaizen adalah memperbaiki sesuatu tiada henti sekalipun hanya sedikit-sedikit. Itulah pelajaran dari orang Jepang. Kaizen merupakan budaya hal ini terbukti dari barang-barang elektronik, kendaraan bermotor, dan produk lain senantiasa mengalami perbaikan-perbaikan ke arah lebih bagus.

Manfaat tersebut saya tularkan pada peserta didik baru agar dalam hidup mereka senantiasa untuk secara kreatif melakukan perbaikan-perbaikan sehingga dari hari ke hari kehidupan pun membaik. Hari ini pasti lebih baik dari kemarin.
Habituasi ini insya Allah akan membiasakan mereka melakukan perubahan-perubahan, tidak alergi menghadapi perubahan, dan tidak sebatas hanya penikmat perubahan tetapi justru sebagai pelaku atau pencipta perubahan.

Rasanya segmen artikel yang ketiga berakhir di sini. Pembaca, kita jumpa lagi pada segmen berikutnya tetap blog ini....

Tidak ada komentar: