Senin, 02 Maret 2009

Tekad Hamilton



By: Agus Hermawan


“Dan pembaca, yakinkah Hamilton bakalan juara dunia untuk tahun 2007? Atau setidaknya tahun 2008? Kita tunggu ….”

Demikian paragraf penutup tulisan berjudul Lewis Hamilton yang terdapat dalam buku kedua saya, Belajar dari (Model) Kehidupan. Saya tulis tentang Hamilton karena saya kagum tentang komentar-komentar menggugahnya bila mengungkapkan atau menjawab pertanyaan pers sekitar prestasinya. “Kembali menempati peringkat kedua sungguh luar biasa. Hanya satu anak tangga lagi dari sini. Saya pikir ini adalah pencapaian yang luar biasa yang bisa meningkatkan karier saya. Saya sangat bangga”.

Komentar ini disampaikan ketika Hamilton berhasil menempati podium sebagai juara kedua pada GP F1 Spanyol, 13 Mei 2007 lalu. Dari seluruh rangkaian GP F1 2007, Hamilton berhasil menjadi juara dunia kedua di bawah pembalap sarat pengalaman Kimi Raikkonen dari tim Ferrari.

Namun, lain 2007 lain 2008, Hamilton membuktikan bahwa dirinya berhak meraih juara dunia. Start di posisi empat—sementara saingannya Massa di poll position—baginya cukup untuk menjadi juara dunia 2008 asal bisa mempertahankan posisinya hingga akhir lomba. Dengan unggul selisih tujuh poin dari Massa—Hamilton 94 dan Massa 87—posisi berapa pun yang ditempati Massa, Hamilton pasti juara dunia. Bila Massa meraih posisi pertama di Sirkuit Interlagos Brasil, yang juga merupakan negeri kelahirannya, Massa bakalan mengumpulkan total poin 97. Bila Hamilton meraih posisi keempat maka total poin yang diraihnya 99, sudah cukup baginya untuk merebut juara dunia dari pembalap Ferrari lainnya, Raikkonen. Dan, juara dunia baru F1 telah lahir di Brasil 2 Nopember 2008 lalu.

Saya tidak bermaksud bercerita kepada pembaca bahwa “ramalan” saya tepat! Bahwa Hamilton akan menjadi juara dunia setidaknya tahun 2008 seperti paragraf pembuka tulisan ini. Walau pun sesungguhnya “ramal-meramal” (tepatnya prediksi) dalam dunia olahraga tidak asing bagi saya, setidaknya saya mengagumi seorang “peramal” kelas wahid, yakni bung Sumohadi Marsis—saat beliau aktif di tabloid Bola—dalam rubrik asuhannya Catatan Ringan. Selain tulisan yang begitu nendang—menginspirasi saya bagaimana menutup sebuah tulisan yang fantastis—terus terang ramalannya jarang meleset, entah berapa peristiwa olahraga yang bung Sumo ramalkan menjadi kenyataan. Ini sebuah bukti bahwa analisanya sangat hebat. Eh, rupanya kemampuan meramal ini turun juga kepada saya, setidaknya untuk ramalan tentang Hamilton he… he… heh….

Hal paling utama ingin saya ceritakan kepada pembaca adalah character building Hamilton yang begitu kokoh. Psywar sangat umum dalam dunia olahraga. Sebagaimana kita mengenal Mohammad Ali, Evander Holifield, Alex Ferguson, Jose Mourinho, Benitez, sampai Mike Tyson yang begitu piawai mengumbar serangan-serangan terhadap lawan-lawannya sebelum pertarungan dimulai. Tidak kurang dari Raikkonen, Alonso, sampai beberapa pembalap lain yang berjanji untuk menghambat Hamilton dan mempermulus Massa. Tetapi Hamilton tetap tegar.

Serangan dalam bentuk rasis pun diterima kubu Hamilton saat di GP Spanyol dan Brasil. Tetapi Hamilton tetap tegar.
Sampai-sampai ayahnya, Anthony Hamilton mengungkapkan tengah mempertimbangkan untuk menarik Lewis dari dunia balap mobil F-1 setelah sukses menjadi juara dunia GP F-1 2008 dengan alasan keluarganya sering mendapat perlakuan rasis. "Saya mulai berpikir bahwa dunia F-1 tak cocok buat keluarga kami. Terlalu banyak tekanan dan hinaan yang kami alami selama pekan-pekan terakhir" kata Anthony, yang melihat penonton Spanyol menghina anaknya dengan menggunakan cat hitam di wajah mereka saat menonton GP F-1 Spanyol di Barcelona. Bahkan adik Lewis, Nic (16) mengalami saat buruk ketika dilempari pendukung asal Brasil dengan seekor kucing hitam di hotel tempatnya menginap. Kucing hitam merupakan pertanda sial di Brasil. Namun Hamilton tetap tegar.
Seandainya Hamilton lelah mendapatkan serangan-serangan dari pihak luar, mustahil dirinya bakal menyabet gelar juara dunia.
Bahkan, dengan gelar ini Hamilton berhak mendapat hadiah sebesar 100 juta pound. Melebihi yang didapat David Beckham, 31 juta pound dan pegolf ternama Tiger Woods yang tahun ini menuai penghasilan 72 juta pound. Fantastis.
Satu rekor lagi yang ditorehkan pembalap McLaren ini adalah prestasinya sebagai juara dunia F1 termuda sepanjang sejarah. Dengan gelar terhormat di tangannya dalam usia 23 tahun 300 hari, Hamilton menumbangkan rekor juara dunia F1 paling muda yang sebelumnya dicetak Fernando Alonso pada 2005 pada usia 24 tahun 58 hari.
Torehan-torehan prestasi ini menunjukkan bahwa kerja keras, kekuatan mental, dan dukungan moril dari tim serta keluarga (juga pacarnya, Nicole Scherzinger) membuahkan hasil optimal. Tanpa itu semua Hamilton belum tentu berhasil, namun yang paling utama adalah sikap optimis yang telah melekat begitu kuat dalam diri Hamilton. Inilah yang membentuk karakter kokoh Hamilton.
So, pembaca rasanya caracter building ini juga terdapat pada diri kita masing-masing, hanya masalahnya bagaimana kita dapat menyulut dan mengoptimalkan setiap saat. Agar ”gaya” Hamilton ini mencuat, kita perlu banyak belajar darinya. Ada dua hal menarik dari Hamilton, pertama menghargai kemampuan orang lain (lawan-lawan) dan kedua jiwa optimis yang tinggi. Untuk kita, pelajaran pertamanya adalah selalu positive thinking dan kedua miliki visi yang jelas.
Karena keduanya dapat memotivasi seseorang untuk berprestasi. Motivasi akan muncul oleh karena dua sebab yakni penghargaan dan tekanan. Tetapi uniknya Hamilton bisa jadi termotivasi olah keduanya.
Itulah pelajaran yang saya peroleh dari juara dunia F1 termuda sepanjang masa. Selamat Hamilton!
Lalu, siapakah juara dunia F1 2009? Masih Hamiltonkah? Atau lima pesaing beratnya, Massa, Raikkonen, Alonso, Kubica, dan Kovalainen? Atau justru anak ajaib dari Jerman, Sebastien Vettel? Nopember 2009 pasti terjawab.